Brain Rot Mengintai Generasi

Brain Rot Mengintai Generasi

Brain rot tidak hanya menjadikan generasi mager, tetapi juga melalaikan tugas-tugasnya. Parahnya lagi, kewajiban yang diperintahkan Allah menjadi diabaikan. Bahaya!

Oleh. Firdaus Haykal
(Kontributor Narasiliterasi.Id dan Mahasiswa STEI Hamfara)

Narasiliterasi.id-Gaes, kalian tahu brain rot, nggak? Pernah dengar? Kalau aku jujur baru tahu. Brain itu artinya otak, sedangkan rot itu artinya busuk atau pembusukan. Kalau digabungkan artinya jadi pembusukan otak. Otaknya busuk? Ngeri, ya!

Apa Itu Brain Rot?

Istilah brain rot belakangan sedang populer, terutama di kalangan Gen Z dan Gen Alpha. Menurut wikipedia.org, brain rot adalah istilah gaul untuk mendeskripsikan konten internet dengan kualitas atau nilai yang rendah dan berdampak negatif secara psikologis, kognitif, dan lain sebagainya. Dalam psikologis, brain rot menggambarkan penggunaan teknologi secara berlebihan. Penggunaan brain rot tercatat pertama kali ditemukan pada tahun 1854 dalam buku Walden karya Henry David Thoreu dan kini telah memiliki makna baru sebagai sebuah ekspresi di era digital.

Di era internet seperti sekarang ini, brain rot direlasikan dengan konsumsi konten receh di media sosial secara berlebihan. Brain rot sudah digunakan di dunia maya sejak tahun 2004. Dari tahun ke tahun, istilah ini makin populer. Pada tahun 2024, istilah ini sering dikaitkan dengan kebiasaan digital Generasi Alpha yang dipandang terlalu tenggelam dengan budaya daring.

Brain Rot as Word of the Year

Kepopuleran brain rot membuat Oxford University menobatkan istilah tersebut sebagai Word of the Year 2024. Berdasarkan rilis dari Oxford University Press, frekuensi penggunaan istilah brain rot meningkat sebesar 230% antara tahun 2023 dan 2024. Hal ini menggambarkan kekhawatiran tentang dampak mengonsumsi konten daring, terutama di media sosial yang berkualitas rendah dalam jumlah berlebihan. Oxford mendefinisikan brain rot sebagai dugaan kemunduran/kemerosotan yang diduga terjadi pada kondisi mental atau intelektual seseorang akibat konsumsi berlebihan (terutama konten daring) yang dianggap remeh atau tidak menantang. (corp.oup.com)

Tidak mengherankan sih bila salah satu kampus tertua di dunia itu menobatkan brain rot sebagai Word of the Year 2024. Istilah brain rot memang relate dengan kondisi generasi saat ini yang lebih menyukai konten-konten receh di medsos. Kalau kita buka medsos, konten-konten hiburan yang minim edukasi dan mengandung informasi tidak penting memang berseliweran.

Brain Rot dan Masyarakat Digital

Kalau dicermati, brain rot merupakan fenomena yang terjadi di masyarakat dengan penggunaan media sosial yang sangat tinggi. Pada era digital saat ini, masyarakat kita terhubung melalui jaringan teknologi informasi dan komunikasi dengan media internet. Media sosial menjadi sarana orang saling berinteraksi, mencari informasi, dan hiburan juga.

Indonesia sendiri menjadi salah satu negara dengan pengguna medsos terbesar. Berdasarkan laporan Kalodata Digital 2024 Indonesia, pengguna media sosial di Indonesia mencapai 61,2% dari total populasi, dengan total pengguna hampir 170 juta orang. Durasi rata-rata penggunaan media sosial adalah 3 jam 11 menit per hari. Platform paling banyak digunakan adalah WhatsApp (91%), Instagram (83%), dan TikTok (70%). Hampir ¾ jumlah penduduk Indonesia setiap hari berinteraksi di dunia digital. Jumlah ini menempatkan Indonesia berada di peringkat ke-4 negara dengan pengguna social media terbanyak di dunia. (kalodata.com)

Dunia digital, khususnya sosial media pasti memiliki algoritma. Bermula dari ini, segala yang kita klik dan tonton lama kelamaan akan membentuk referensi beranda yang kemudian memunculkan konten-konten sejenis. Semisal kita suka melihat konten hiburan atau receh, maka konten-konten yang serupa akan memenuhi isi sosial media kita.

Cari Hiburan Jangan Kebablasan

Kemajuan informasi dan teknologi sebenarnya memudahkan kita menjalani kehidupan sehari-hari. Namun, Gaes, ternyata tidak semua menggunakannya untuk hal-hal positif dan produktif seperti menambah literasi atau mengembangkan potensi diri. Banyak orang yang justru lebih suka memanfaatkannya mencari hiburan.

Kemudahan akses informasi yang hanya dengan scroll, scroll, dan scroll lebih dipakai untuk kepentingan hiburan. Cukup dengan duduk atau rebahan sambil menggeser layar, orang dapat menikmati konten-konten menghibur di berbagai aplikasi medsos.

Konten-konten receh dan menghibur menjadi jalan untuk melepaskan penat dan stres di tengah berbagai macam permasalahan hidup. Kalau hanya sebentar dan sebagai selingan, sih, nggak apa-apa, tetapi masalahnya hiburan sering kali melenakan. Awalnya, ah cuman sebentar doang. Eh, kok keterusan. Akhirnya tugas-tugas yang harus dikerjakan menjadi terbengkalai. Waduh, jangan, ya, Gaes!

Apakah Brain Rot Berbahaya?

Bagi kalian yang suka dan sering nonton konten receh di medsos, harap hati-hati nih! Pasalnya, kebanyakan mengonsumsi konten receh bisa memengaruhi kesehatan kognitif dan mental. Dengan kata lain, konten receh yang dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan melemahnya daya pikir alias malas mikir yang berat-berat.

Karena terbiasa menerima hal-hal yang memberi hiburan secara praktis, dopamin memenuhi otak. Apabila ini berlangsung terus menerus, maka dapat memengaruhi kinerja otak untuk bernalar dan berpikir kritis. Otak juga susah menyerap informasi yang kompleks dan memahami ilmu.

Sebagai generasi yang katanya penerus peradaban, apa jadinya kalau terkena brain rot? Masa depan bisa makin suram karena tidak ada pemikiran untuk melakukan perbaikan atau kemajuan. Merasa ‘nyaman’ dengan kondisi saat ini yang bisa dibilang penuh ketidakpastian dari berbagai sisi. Bahkan, mungkin mereka tak sadar kalau kondisi saat ini sesungguhnya sudah kacau balau.

Generasi yang terkena Brain rot juga menjadi tidak produktif. Waktu yang bisa dipakai untuk belajar atau berkreasi menjadi terbuang untuk menikmati konten-konten receh yang disadari atau tidak telah membuat kecanduan.

Brain rot tidak hanya menjadikan generasi mager, tetapi juga melalaikan tugas-tugasnya. Parahnya lagi, kewajiban yang diperintahkan Allah menjadi diabaikan. Bahaya!

Baca Juga: https://narasiliterasi.id/opini/02/2025/kabur-aja-dulu-back-to-islam-aja-deh/

Pandangan Islam

Melihat fenomena brain rot yang mengancam generasi, kita harus mengembalikannya pada Islam sebagai panduan hidup. Dalam Islam, hiburan hukumnya diperbolehkan (mubah) asal tidak bertentangan dengan syariat. Menikmati hiburan juga boleh selama tidak berlebih-lebihan. Dalam hal ini, jangan sampai melewati batas sehingga terlena dan melalaikan kewajiban atau malah terjerumus pada sesuatu yang haram. Rasulullah saw. telah memperingatkan hal ini dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Ummu Salamah yang artinya, "Setiap yang memabukkan (muskir) dan yang melemahkan (mufattir) adalah haram." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Adapun teknologi dan gadget adalah produk pemikiran manusia yang dapat dimanfaatkan untuk mempermudah berbagai urusan. Hukumnya boleh memanfaatkan teknologi, termasuk medsos untuk berbagai keperluan. Namun, penggunaannya tetap mengikuti ketentuan syariat sebagaimana kaidah syara yang menyebutkan bahwa setiap perbuatan wajib terikat dengan syariat. Silakan gunakan teknologi asalkan tetap dalam koridor syariat.

Negara Harus Melindungi

Berbicara tentang brain rot, sebenarnya di situ ada tanggung jawab negara. Hal ini karena Islam menjadikan negara sebagai perisai atau pelindung. Negara harus melindungi masyarakatnya dari segala hal yang berbahaya, termasuk melindungi dari konten-konten tidak berfaedah dan berpotensi melemahkan akal.

Bermacam cara dapat dilakukan negara dalam rangka melindungi masyarakatnya. Negara akan mengontrol konten-konten yang boleh tayang di publik. Bisa juga negara mengeluarkan kebijakan pemberlakuan pembatasan usia yang boleh menggunakan gadget bila diperlukan. Situs-situs yang tidak jelas atau mengarah pada penyimpangan syariat sudah pasti akan diblokir. Negara juga akan menerapkan sanksi tegas untuk yang melanggar aturan.

Tak kalah pentingnya adalah penerapan sistem pendidikan Islam yang akan mendidik generasi agar berkepribadian Islam. Generasi ini memiliki pola pikir dan sikap yang sesuai dengan akidah Islam. Dalam sistem ini, generasi akan mampu mengembangkan jati dirinya dan meraih potensi-potensi luar biasa sebagaimana yang pernah terjadi pada masa kejayaan umat Islam terdahulu. Generasi akan dapat mengikuti jejak kehebatan para ilmuwan muslim dengan ilmu dan karyanya yang bermanfaat untuk kemaslahatan dan kesejateraan umat manusia. Keadaan seperti ini sangat mungkin diwujudkan karena Islam memosisikan negara sebagai perisai umat, sebagaimana hadis Rasulullah saw., “Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana junnah (perisai).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Penerapan Islam dalam kehidupan juga akan membentuk masyarakat bertakwa yang konsisten melakukan amar makruf nahi mungkar. Dengan begitu, bibit penyimpangan atau kerusakan dapat dicegah. Masalah seperti brain rot pun dapat diantisipasi.

Itulah pentingnya keberadaan negara yang menegakkan Islam kaffah, Gaes. Negara inilah yang dapat mewujudkan kehidupan sejahtera dan mulia dalam rida-Nya.

Wallahu a'lam []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Firdaus Haykal Kontributor Narasiliterasi.Id dan Mahasiswa STEI Hamfara
Previous
Balada Danantara
Next
Korupsi Pertamina, Rakyat Tertipu Negara Kecolongan
4 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram