
Data pribadi rakyat merupakan kekayaan negara. Sedangkan keamanan data merupakan hal strategis bagi suatu negara. Oleh karena itu, jaminan perlindungan keamanan data termasuk kebutuhan dasar publik.
Oleh. Rastias
(Kontributor Narasiliterasi.id)
NarasiLiterasi.Id-Bocor, bocor, bocor!
Ini bukan ngomongin iklan cat anti bocor, bukan pula soal atap yang bocor. Melainkan data-data pribadi masyarakat yang mengalami kebocoran. Sebagaimana dilansir dari CNNIndonesia.com (28-4-2025), telah terjadi kebocoran data terhadap 23 juta pelanggan telepon seluler terbesar di Korea Selatan, SK Telecom.
Sejauh ini SK Telecom tidak menyebutkan rincian tingkat kerusakannya atau pelakunya di balik serangan tersebut. Akan tetapi, SK Telecom justru meminta maaf dan menawarkan penggantian kartu SIM secara gratis di 2.600 gerainya. Bahkan, mereka juga mendesak agar pelanggan segera mengganti dan mendaftar kartu SIM-nya.
Pada awal April, SK Telecom telah mengumumkan bahwa dirinya telah menjadi korban peretasan sehingga data pribadi pelanggan ikut terdampak. Pemerintah yang mengetahui hal ini langsung melakukan peninjauan ulang sistem perlindungan data secara keseluruhan.
Era Transformasi Digital
Tidak bisa dimungkiri, kita sekarang hidup di mana gelombang transformasi digital menyambar dengan cepat. Sementara itu, pengetahuan masyarakat belum cukup. Sebelum transformasi digital merebak, data pribadi seolah tidak begitu penting. Sebab, saat itu penipuan yang berbasis data pribadi belum masif.
Sementara itu, saat ini semua orang sudah mengenal handphone dan internet. Macam-macam aplikasi yang digunakan, semuanya meminta data pribadi pengguna. Oleh karena itu, penipuan berbasis data pribadi bagai jamur di musim hujan. Akun media sosial hingga aplikasi perbankan bisa dibobol dengan mudah.
Bahaya Data Pribadi Bocor
Fenomena kebocoran data pribadi bukanlah pertama kali terjadi. Tentu masih ingat betul bahwa tahun lalu juga telah terjadi pencurian data keuangan sensitif dari pengadilan Korea Selatan selama dua tahun. (detik.com, 29-4-2025) Fenomena ini tidak hanya terjadi di Korea Selatan, bahkan hampir di seluruh negara pernah mengalami kebocoran data pribadi. Akan tetapi, jika hal ini terus terjadi tentu sangat berbahaya bagi rakyat dan negara.
Bahaya bagi rakyat, data-data yang bocor ini bisa digunakan untuk melakukan berbagai jenis penipuan dengan menggunakan teknik rekayasa sosial. Pelaku kejahatan bisa mencuri identitas seseorang untuk pembukaan rekening bank fiktif, aplikasi kredit palsu, mengirim email penipuan, dan kegiatan kriminal lainnya atas nama korban.
Adapun bahaya bagi negara, kebocoran data akan membahayakan ketahanan nasional karena dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, memunculkan tanda tanya tentang kredibilitas negara, kepatuhan hukum, dan berdampak pada kualitas kekuasaan pemerintah. Wajah pemerintah tercoreng baik di hadapan rakyat sendiri maupun di hadapan internasional.
Minim Perlindungan
Kebocoran data pribadi menjadi alarm bahwa rakyat telah gagal mendapat jaminan perlindungan keamanan data. Data pribadi merupakan sesuatu yang sifatnya rahasia dan sensitif. Apalagi saat ini hidup di era digital, perlindungan keamanan data sangat penting. Akan sangat berbahaya apabila jatuh ke tangan yang jahat. Ketenangan hidup akan hilang, bahkan nyawa juga terancam.
Baca juga: Perubahan Membutuhkan Kesadaran Politik
Namun, realitasnya kebocoran data terus berulang. Hal ini makin menunjukkan mandulnya negara dalam menjamin keamanan data rakyat. Kondisi ini bisa terjadi karena banyak faktor, di antaranya yaitu:
Pertama, adanya pejabat yang tidak kompeten. Pasalnya sistem pemerintahan sekarang yaitu demokrasi kapitalisme meniscayakan terjadinya praktik politik balas budi. Praktik politik ini wajar terjadi karena kekuasaan dalam sistem demokrasi diraih melalui suara dan modal terbanyak. Sehingga pejabat dipilih bukan karena kapabilitas mereka sebagai pengurus rakyat. Melainkan seberapa banyak mereka telah berpartisipasi dalam pengusungan penguasa terpilih dan seberapa banyak modal yang mereka berikan untuk memenangkan penguasa terpilih.
Kedua, penguasa membuat regulasi yang lemah khususnya terkait masyarakat. Mindset kapitalisme membuat penguasa bersikap setengah hati mengurus perlindungan rakyat. Karena mindset kapitalisme mengajarkan segala sesuatu harus diperhitungkan berdasarkan asas manfaat atau materi. Jika regulasi itu tidak bisa menghasilkan keuntungan justru dianggap beban negara karena harus mengeluarkan anggaran. Oleh karena itu, regulasi itu tidak dijalankan kalaupun dijalankan tentu dengan setengah hati. Maka dari itu, kesimpulan akar masalah bocornya data yaitu sistem demokrasi kapitalisme itu sendiri.
Islam Menjamin Pelindungan
Rasulullah saw bersabda,
إنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya….” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad)
Sebagai bentuk realisasi dari hadis Rasulullah saw tersebut, negara yang menerapkan hukum Islam secara kaffah akan menjalankan fungsi raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung). Fungsi tersebut akan membawa kemaslahatan bagi rakyat karena negara akan benar-benar mengurus, melindungi, dan menjamin keamanan rakyat termasuk keamanan data pribadi.
Dalam Islam, data pribadi rakyat merupakan kekayaan negara dan keamanan data merupakan hal strategis bagi suatu negara. Oleh karena itu, jaminan perlindungan keamanan data termasuk kebutuhan dasar publik. Sistem ekonomi Islam mewajibkan menjamin secara langsung kebutuhan dasar tersebut.
Negara merupakan pihak yang bertanggung jawab secara penuh dalam hal mempersiapkan SDM, sarana dan prasarana, serta instrumen hukum yang hebat untuk membangun sistem keamanan data yang baik. Negara Islam akan bersungguh-sungguh dalam melakukan berbagai upaya supaya keamanan rakyat terjamin termasuk data pribadi. Upaya yang dilakukan negara seperti, mendidik tenaga ahli dalam mengembangkan teknologi mutakhir dalam berbagai bidang dan memilih pejabat yang berkompeten.
Upaya-upaya tersebut akan di-support dengan sistem pendidikan Islam dan sistem keuangan yang berbasis baitulmal. Sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah akan melahirkan generasi kepribadian Islam, di mana pola pikir dan pola sikap sesuai dengan aturan Islam. Oleh karena itu, negara mampu menyiapkan SDM yang mumpuni, baik secara kepribadian maupun secara skill . Maka tidak heran negara yang menerapkan Islam akan melahirkan pemimpin yang bertakwa, amanah, dan ahli di bidang masing-masing. Wallahu a’lam bishawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
