Ironi Tragedi Keracunan Massal MBG

Keracunan Masal MBG

Keracunan massal yang terus berulang menimbulkan kesan pembiaran. Hal ini terjadi akibat minimnya pengawasan pemerintah pusat terhadap pelaksana MBG di daerah.

Oleh. Annisa Wayyu Zahari
(Kontributor NarasiLiterasi.Id)

Narasiliterasi.id-Program unggulan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terus disuarakan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran kembali menyita perhatian publik. Pasalnya, insiden keracunan massal pada program MBG ini kembali terulang hingga ratusan siswa harus mendapatkan pertolongan medis. Sebelumnya dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan (5-5-2025), Prabowo mengklaim tingkat keberhasilan program MBG  mencapai 99,9%. Di saat yang sama terdapat 200 anak di berbagai daerah yang harus mendapatkan perawatan medis akibat keracunan makanan yang disajikan dalam program unggulan ini. (kompas.com, 5-5-2025)

Alih-alih menaruh perhatian khusus dan menjadi bahan evaluasi, kejadian ini justru kembali berulang di beberapa daerah di Indonesia. Misalkan saja pada bulan Agustus, tercatat beberapa sekolah harus memberikan penanganan medis kepada muridnya yang diduga mengalami gejala keracunan makanan usai menyantap menu MBG. Sebanyak 135 siswa dan 2 guru di SMPN 3 Berbah, Sleman, Yogyakarta (26-8-25) merasakan gejala mual dan diare. Pihak sekolah pun mendatangkan petugas medis dari Puskesmas Berbah. Sementara itu Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan memberhentikan sementara kegiatan MBG di Kabupaten Lembong. Sebanyak 456 siswa di daerah tersebut mengalami keracunan usai mengonsumsi menu MBG. (kompas.com, 26-8-2025)

Peristiwa di atas hanyalah beberapa contoh dari banyaknya kasus keracunan makanan yang dialami oleh siswa akibat buruknya sistem pengelolaan dan pelaksanaan program MBG. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terhadap keseriusan pemerintah dalam menjalankan programnya. Di mana keracunan massal yang terus berulang menimbulkan kesan pembiaran akibat minimnya pengawasan pemerintah pusat terhadap pelaksana MBG di daerah.

MBG Program Prioritas yang Menafikan Realitas

MBG yang selalu digaungkan oleh pasangan Prabowo-Gibran sejak masa kampanye ini ditujukan untuk anak-anak sekolah, ibu hamil dan menyusui  serta balita dalam hal meningkatkan gizi anak Indonesia. Namun, realitasnya tidak ada makan siang yang gratis. Yang ada ialah menggadaikan kewajiban mendasar lewat alokasi anggaran yang ditarik dari beberapa sektor untuk menunaikan janji kampanye yang selalu digaungkan. Bahkan, tahun depan anggaran ini direncanakan mencapai Rp355 triliun yang diambil dari alokasi dana pendidikan pada RAPBN 2026. Ini berarti naik hampir 100% dibanding tahun ini sebesar Rp171 T. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai Prabowo lebih mementingkan mengalokasikan biaya pendidikan sebanyak 42% untuk program MBG daripada menjalankan putusan MK soal sekolah tanpa pungutan biaya. (Tempo.co, 4-9-2025).

Keinginan untuk meningkatkan gizi dan mengurangi stunting seperti hanya menjadi angan-angan. Yang terjadi justru makin banyak kasus keracunan makanan yang membuat ratusan siswa harus mendapatkan perawatan medis. Bahkan tidak sedikit yang harus menginap di rumah sakit. Belum lagi banyaknya sektor yang tampak dikorbankan. Misalnya, kesejahteraan guru yang belum mendapatkan titik terang, fasilitas pendidikan di sekolah-sekolah pelosok yang masih jauh dari kata layak. Selain itu, akses pendidikan yang dibutuhkan oleh anak-anak daerah agar mereka tidak perlu lagi mendayung di tengah sungai dengan mempertaruhkan nyawa demi mendapatkan pendidikan. Hal ini seolah luput dari pandangan para penguasa.

Pragmatis

Inilah ironi hidup dalam sistem kapitalisme. Penguasa selalu berkoar-koar memperkenalkan program MBG ini layaknya seperti jalan pintas dan paling efektif untuk meningkatkan gizi anak Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya bersifat pragmatis. Yang penting janji kampanye terpenuhi, sedangkan persoalan pengawasan selalu kecolongan seolah-olah bukanlah menjadi hal yang prioritas.

Kebijakan populis ini juga tidak menutup kemungkinan memberi ruang bagi kapitalis untuk mengeksploitasi program MBG melalui lembaga penyedia layanan gizi masyarakat atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi. Ditambah kurangnya pengawasan justru memungkinkan lembaga tersebut lebih fokus pada pencapaian target keuntungan daripada menjamin kualitas nutrisi, sanitasi, serta keselamatan makanan anak. Akibatnya, program sosial MBG ini hanya akan menjadi proyek politis jangka pendek yang membentuk kesan pencitraan daripada menyelesaikan akar masalah.

Sudut Pandang Islam

Dalam sistem Islam, pemimpin atau penguasa adalah seseorang yang dibebani tanggung jawab untuk mengurusi dan melayani setiap kebutuhan masyarakat dengan amanah. Sehingga, keberadaan negara dalam Islam bukan sekedar simbol politik melainkan instrumen yang secara langsung memastikan terpenuhinya kebutuhan rakyat dengan berbagai cara yang ditetapkan dalam syariat.

Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dijamin Negara

Termasuk di dalamnya adalah negara bertanggungjawab untuk menciptakan generasi tangguh yang terhindar dari persoalan stunting dan gizi buruk. Untuk itu, seorang khalifah wajib menjamin, memperhatikan juga mengawasi setiap program yang menjadi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan.

Kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan keamanan dijamin oleh negara Khilafah. Sehingga setiap individu mampu mengakses secara gratis melalui mekanisme yang ada. Baitulmal adalah konsep untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pemasukan yang besar dan sah menurut syarak. Misalnya, pengelolaan kepemilikan umum seperti tambang, minyak, gas, jizyah, kharaj dan fai’. Selain itu lewat mekanisme tidak langsung, misalnya negara Khilafah akan membuka akses pemanfaatan lahan produktif, mengelola kepentingan umum untuk kepentingan rakyat sehingga mendorong tumbuhnya aktivitas ekonomi, serta menghapuskan pungutan dan pajak yang membebani. Negara juga menjamin sistem perdagangan yang bebas dari riba, monopoli, hingga pasar berjalan dengan adil. Dengan demikian masyarakat mampu memiliki kemandirian ekonomi dan mampu menafkahi keluarga.

Pemasukan ini menjadikan Khilafah mampu menyediakan jaminan pelayanan kesehatan gratis, pendidikan berkualitas, hingga edukasi tentang gizi yang menyeluruh. Dengan sistem ini, masalah stunting dan persoalan gizi lain dapat diantisipasi sejak awal. Karena negara hadir secara nyata sebagai pengurus rakyat bukan sekedar regulator atau pemberi proyek politik. Pada dasarnya Islam menekankan bahwa setiap kebijakan publik harus bertujuan untuk kemaslahatan dan pemenuhan kebutuhan umat, bukan keuntungan segelintir kapitalis.

Pengawasan

Selain itu, dalam Islam juga terdapat konsep hisbah atau pengawasan. Di mana negara tidak hanya sekadar membuat kebijakan tetapi juga mengawasi setiap kebijakan yang dijalankan setiap lembaga agar masyarakat terhindar dari bahaya dan kecurangan. Negara juga akan memberikan sanksi yang berat sesuai syariat bagi orang-orang yang bersikap lalai, curang, ataupun memanipulasi setiap pelaksanaan kebijakan yang dibuat oleh khalifah. Wallahu’alam bishawab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Annisa Wayyu Zahari Kontributor Narasiliterasi.Id
Previous
Zakat Yes, Pajak No
Next
Kemerdekaan Semu Rakyat Masih Terbelenggu
1 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca juga: Ironi Tragedi Keracunan Massal MBG […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram