Taaruf
Taaruf itu harus ada perantara sehingga perempuan dan laki-laki tidak boleh bertemu secara berduaan karena itu melanggar syariat Islam.
Oleh. Rastias
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Dalam Islam, manusia dianjurkan untuk menikah. Pernikahan merupakan salah satu tujuan syariat Islam untuk menjaga nasab. Pernikahan juga merupakan sunah nabi, sebagaimana Rasulullah hidup sama seperti manusia lainnya, yaitu menikah. Banyak hikmah yang akan didapatkan oleh manusia dari menikah, salah satunya adalah dapat menjaga kehormatan diri dari perbuatan maksiat.
Oleh karena itu, jika dirasa sudah pantas dan mampu untuk menikah, tahap selanjutnya adalah mencari pasangan. Dalam Islam, mencari atau memilih pasangan ada caranya, yaitu dengan cara taaruf.
Apa Itu Taaruf?
Istilah taaruf sudah sangat familier di kalangan kaum muslim. Seseorang yang ingin mencari pasangan hidup sesuai dengan syariat Islam, taaruf merupakan pilihan yang tepat. Taaruf berasal dari bahasa Arab, yaitu ta’arafa-yata’arafu-ta’arufan, artinya saling mengenal.
Istilah taaruf tercantum di dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 13, "Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, menjadikannya berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya di antara kamu yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti."
Sedangkan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), taaruf merupakan perkenalan. Proses taaruf ini diketahui sebagai sarana perkenalan antara laki-laki dan perempuan yang berniat menikah.
Taaruf Bukan Pacaran
Harus dipahami bahwa proses saling mengenal tersebut berbeda dengan pacaran, ya. Taaruf itu harus ada perantara sehingga perempuan dan laki-laki tidak boleh bertemu secara berduaan karena itu melanggar syariat Islam. Waktu taaruf juga tidak boleh terlalu lama dan berbelit-belit. Proses taaruf minimal paling cepat berlangsung selama satu bulan dan maksimal tiga bulan. Setelah proses taaruf selesai, khitbah dilaksanakan, kemudian menuju pernikahan.
Oleh karena itu, jika seseorang sudah memilih jalan taaruf, artinya sudah melangkah ke arah yang lebih baik. Namun, tentunya harus mempersiapkan mental untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi, seperti kegagalan.
Sebagaimana kisah seorang pemuda yang bernama Fattah, saat berusia 19 tahun ia meminta izin kepada abah dan uminya untuk menikah. Dia merasa sangat membutuhkan pendamping saat itu. Kemudian dia menghubungi murabbi atau pengajar mengajinya untuk mencarikan akhwat (perempuan) yang siap menikah.
Waktu terus berjalan dan berulang kali Fattah menjalani proses taaruf dengan akhwat (perempuan) dan semuanya gagal. Selalu ada halangan yang menggagalkan proses taarufnya. Pernah ada akhwat yang dia sukai, si akhwat juga memberikan sinyal yang sama, tetapi orang tua Fattah tidak menyetujui. Giliran orang tua Fattah setuju, Fattah yang tidak mau. Ada lagi Fattah mau, orang tua setuju, akhwatnya yang menolak.
Baca: denting-nasihat-kehidupan/
Dalam setahun, Fattah terus saja mencari pendamping hidupnya. Dia membagikan CV biodatanya ke beberapa akhwat lain, tetapi bernasib sama. Hilal masih belum terlihat juga. Allah masih ingin dia sendiri dahulu dan memperbaiki diri.
Selayaknya manusia normal lainnya, ketika seorang laki-laki datang melamar seorang perempuan dan dia menolaknya, bagaimana rasanya? Apalagi ini bukan hanya 1—2 perempuan yang menolaknya. Namun, 16 perempuan.
Sekuat-kuatnya lelaki, Fattah tetap manusia biasa. Ketika sesuatu hal yang diinginkan tidak didapat, pasti ada rasa kecewa, frustrasi, putus asa, dan berbagai macam hal lain yang seolah makin pelik dirasakan.
Takdir Allah
Setelah mengalami kisah yang panjang, Fattah terlihat muram dan sering melamun. Kemudian, sosok umi dengan lembut merangkul mencoba menenangkan dan terus memotivasi agar menerima dengan lapang setiap takdir yang diterimanya.
“Nak, ada sesuatu hal yang dengan mudah kita dapat begitu saja tanpa kita meminta. Namun, ada saatnya juga Allah akan menguji dengan menahan keinginan kita dan memberikan di waktu yang tepat. Yakin saja Allah sedang menyiapkan yang terbaik untuk kamu, Mas. Insyaallah.” Begitu nasihat lembut umi padanya.
Fattah mencoba mencerna setiap kata-kata yang diucapkan uminya. Ya. Umi benar. Segala sesuatu di dunia ini sudah digariskan dan tentunya sudah pasti terbaik dari Allah. Bukankah dari awal sudah diperingatkan? Kuatkan mental untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi saat taaruf.
Rida Ketetapan Allah
Kalau dipikir-pikir, bukankah ini yang selalu aku minta saat salat istikharah? Setiap selesai salat aku berdoa “Ya Allah, jika dia yang terbaik, mudahkanlah prosesnya. Namun, jika bukan, palingkanlah aku darinya dan palingkanlah dia dariku. Kemudian gantikanlah yang terbaik menurutmu dan buatlah aku rida ketetapan-Mu.”
Akhirnya Fattan merasa menyesal dan malu pada Allah, mengapa harus sedih dan kecewa. Padahal bisa jadi ada keburukan yang coba Allah hindarkan dengan gagalkan proses taaruf, sudah ada yang terbaik dan telah ditetapkannya.
Dalam hal ini Allah telah menjelaskan di dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 26, "Perempuan-perempuan yang jahat untuk laki-laki yang jahat, laki-laki jahat untuk perempuan-perempuan jahat, sementara perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan baik. Mereka yang baik itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia bagi mereka."
Ayat ini menegaskan bahwa setiap perempuan yang tidak baik ucapan dan perbuatannya akan cocok dengan laki-laki yang ucapan dan perbuatannya tidak baik juga. Begitu sebaliknya, setiap perempuan yang baik ucapannya dan perbuatannya akan cocok dengan laki-laki yang baik ucapannya dan perbuatannya; mereka adalah orang-orang yang jauh dari kekejian dan selamat dari tuduhan dusta orang-orang. Mereka akan mendapat ampunan atas dosa-dosa mereka dan mendapat rezeki yang luas di surga.
Wallahualam bissawab.[]