Perbedaan Pajak Antara Dua Ideologi

Perbedaan Pajak Antara Dua Ideologi

Perbedaan yang tampak betapa kekuatan sistem ekonomi Islam memiliki power, stabil, dan tidak akan menjadikan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara. Sebaliknya dalam sistem demokrasi-kapitalisme.

Oleh. Kurnia Dewi
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Masyarakat hari ini akan berbangga diri ketika mereka termasuk dalam kategori taat pajak. Dalam demokrasi-kapitalisme, orang yang taat pajak dilabeli sebagai penduduk yang taat kebijakan, taat negara. Mereka tidak tahu bahwa pajak-pajak yang dibebankan kepada mereka adalah bentuk kezaliman dan ketidaktaatan negara pada aturan Allah Swt.

Hukum asal pajak yang dibebankan kepada rakyat adalah haram. Hukum ini tertuang dalam firman Allah Swt., “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil ….” (QS. An-Nisa: 29)

Perbedaan Pajak dalam Demokrasi-Kapitalisme vs Islam

Memungut pajak tak ubahnya seperti memakan harta sesama dan merupakan kezaliman besar. Berikut beberapa perbedaan pandangan mengenai pajak antara demokrasi-kapitalisme dengan Islam:

Pertama, dari segi pengertian menurut Rochmat Soemitro dalam "Pengantar Singkat Hukum Pajak" (1992) mendefinisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan tanpa mendapatkan jasa timbal balik. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam "Sistem Ekonomi Islam" menjelaskan bahwasannya syariat Islam mengklasifikasikan kebutuhan umat ke dalam ada dua jenis, yakni (1) Kebutuhan-kebutuhan yang difardukan kepada baitulmal untuk sumber-sumber pendapatan tetap baitulmal; (2) Kebutuhan-kebutuhan yang difardukan kepada kaum muslimin sehingga negara diberi hak untuk mengambil harta dari mereka dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dengan demikian, pajak merupakan harta yang difardukan oleh Allah kepada kaum muslimin dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.

Kedua, demokrasi mewajibkan pajak kepada setiap rakyat baik miskin atau kaya sebab dijadikan sebagai sumber utama dana APBN. Oleh sebab itu, demokrasi memajaki dari berbagai sektor, seperti PBB, PPh, PPN, barang dan jasa, PPnBM, transit/peron, Persero, dan lainnya. Rasio pajak-pajak tersebut akan terus meningkat seiring proses demokratisasi suatu negara yang pada akhirnya akan membebankan kepada rakyat untuk turut serta menjadi bagian dari demokratisasi itu dengan membayar iuran pajak.

Adapun Khilafah (negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah), pajak/dharibah ditarik secara selektif bagi muslim yang kaya saja (miskin dan nonmuslim tidak ditarik dharibah).

APBN negara Khilafah berasal dari:

(1) Pendapatan harta rampasan perang (anfal, ganimah, fai, dan khumus);

(2) Jizyah yakni pungutan dari nonmuslim yang tinggal di negara Islam;

(3) Pungutan dari tanah yang berstatus kharaj;

(4) Harta milik umum;

(5) Harta milik negara;

(6) ‘Usyur yakni harta yang ditarik dari perdagangan luar negeri;

(7) Harta tidak sah para penguasa dan pegawai negara atau harta hasil kerja yang tidak diizinkan sesuai syariat Islam;

(8) Khumus barang temuan dan barang tambang;

(9) Harta kelebihan dari (sisa) pembagian waris.

(10) Harta orang-orang murtad

(11) Zakat

(12) Pajak atau dharibah

Baca juga: Pajak dalam Kapitalisme vs Islam

Perbedaan Lainnya

Terdapat berbedaan lain pajak dalam sistem Islam dengan sistem demokrasi-kapitalisme, yaitu:

Pertama, jika demokrasi mewajibkan pajak secara berkala tiap tahunnya dan pada barang/jasa apa pun, Khilafah hanya memungut pajak jika kas negara dalam baitulmal kosong dan atau negara sedang dalam kondisi krisis. Hal ini sebagai konsekuensi yang secara terpaksa menjadi opsi terakhir penguasa untuk memungut pajak dari rakyatnya. Islam mengharamkan menarik pajak kepada masyarakat secara mutlak (berkala dan wajib bagi seluruh rakyat tak terkecuali).

Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya pelaku atau pemungut pajak (diazab) di neraka." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Kedua, jika dilihat dari segi pembelanjaan, pajak dalam demokrasi memiliki fungsi:

(1) Budgetair, yakni sumber pendapatan yang membiayai pengeluaran negara untuk menjalankan tugas rutin dan melaksanakan pembangunan;

(2) Regulerend, yakni mengatur pertumbuhan ekonomi. Misal, menggiring investasi dalam negeri maupun luar negeri dengan cara diberi keringanan pajak;

(3) Stabilitas, di mana dana digunakan untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga dengan harapan dapat menekan inflasi;

(4) Retribusi pendapatan, di mana pajak digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum termasuk pembangunan. Beratnya tugas pendanaan ini selamanya tidak akan mampu dipikul oleh pajak, apalagi dengan diambil dari tangan rakyat melalui konsep pungutan yang zalim.

Khilafah membelanjakan kas yang didapat dari pajak dalam hal kepentingan umat (jika kas negara kosong saja):

(1) Jihad, meliputi membangun pasukan, latihan militer, membeli alutsista, dsb.;

(2) Pembiayaan industri militer;

(3) Pembiayaan fakir miskin;

(4) Gaji tentara, hakim, pendidik, dan seluruh pegawai yang bekerja untuk kepentingan umat;

(5) Infrastruktur, seperti rumah sakit, sekolah, universitas, saluran air minum, masjid, dan jalan umum;

(6) Dana darurat semisal terjadi bencana alam dan upaya pengusiran musuh.

Khatimah

Dari perbedaan di atas, kekuatan sistem ekonomi Islam memiliki power yang kuat dan stabil. Islam dalam hal ini tidak akan menjadikan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara. Pemungutan pajak kepada masyarakat adalah tidakan zalim dan menjadikannya sebagai sumber utama pendapatan negara adalah kebodohan dan kemunduran berpikir. Oleh karena itu hendaklah masyarakat mengubah pemikirannya untuk menerapkan syariat secara kaffah sebagai sebuah sistem. Jika masyarakat masih ingin bermesraan dengan demokrasi-kapitalisme, maka harapan untuk terbebas dari jeratan pajak adalah hal yang mustahil. Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Narasiliterasi.id
Kurnia Dewi Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Armageddon dan Kemenangan Islam
Next
Mengentaskan Kemiskinan dengan Sistem Kapitalisme, Utopis
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Wd Mila
Wd Mila
6 months ago

MasyaaAllah.. Barakallah Mba, naskahnya sangat mencerahkan...

trackback

[…] Baca juga: Perbedaan Pajak Antara Dua Ideologi […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram