Simpang Siur Pembatalan Kenaikan Pajak

Simpang Siur Pembatalan Kenaikan Pajak

Kebijakan berupa pembatalan kenaikan PPN hingga 12% itu akhirnya ditetapkan sebatas untuk barang mewah semata. Betapa tampak kebijakan itu seolah pro kepada rakyat, padahal akibat kesimpangsiuran itu banyak harga-harga yang sudah telanjur naik.

Oleh. Leihana
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Pernah mendengar kata-kata bijak dari Edward Gibbon? Kalimatnya seperti ini, "Angin dan ombak selalu berada di pihak navigator yang paling cakap?". Kurang lebih maknanya adalah seorang pemimpin yang cakap akan berpihak kepada yang tepat meskipun dalam kesulitan.

Namun, apakah pemimpin negara Indonesia yang baru saja dilantik akan sesuai dengan kata-kata bijak di atas? Tampaknya dari beberapa kebijakan yang sudah mulai diluncurkan belum terlihat kecakapan dari seorang pemimpin yang mampu berpihak kepada rakyat. Sebab, sejatinya seorang pemimpin yang baik harus selalu berpihak kepada rakyatnya dalam kondisi dan situasi apa pun. 

Kebijakan Pembatalan yang Tetap Menyengsarakan

Di seratus hari kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto ini dipenuhi dengan drama simpang siurnya kenaikan pajak PPN menjadi 12%. Kenaikan pajak PPN 12% sudah mulai dibicarakan sejak awal Desember 2024 karena berkaitan dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Nomor 7 Tahun 2021 guna kenaikan pajak PPN menjadi 12% paling lambat akan diberlakukan di Januari 2025.

Sempat terjadi tiga kali perubahan kebijakan soal kenaikan PPN ini hingga akhirnya Presiden Prabowo mengambil kebijakan populis ini. Kebijakan berupa pembatalan kenaikan PPN hingga 12% itu akhirnya ditetapkan sebatas untuk barang mewah semata. Betapa tampak kebijakan itu seolah pro kepada rakyat, padahal akibat kesimpangsiuran itu banyak harga-harga yang sudah telanjur naik. Hal ini tentu menyebabkan kegaduhan di masalah ekonomi dan perpolitikan hingga kerumitan administrasi pajak di tanah air. (kompas.id, 5-1-2025)

Selain kekisruhan kebijakan soal kenaikan PPN ini, ternyata meski sudah mengalami pembatalan, ada beberapa barang dan jasa nonmewah yang tetap ikut naik nilai pajaknya. Meski tidak mewah, beberapa barang dan jasa ini ikut naik tarif PPN-nya mengikuti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024. Peraturan ini menyatakan bahwa beberapa produk dan jasa yang sebelumnya terkena kenaikan pajak dari 10% menjadi 11% di tahun 2025 akan turut mengikuti kenaikan menjadi 12%. Di antaranya, bahan baku renovasi rumah, pembelian kendaraan bekas jasa antarpaket, dan travel wisata. (kompas.id, 3-1-2025)

Simpang Siur Pembatalan Kenaikan Pajak

Meskipun Presiden Prabowo Subianto akhirnya menetapkan bahwa PPN 12% hanya untuk barang mewah, fakta di lapangan harga-harga barang lain tetap naik. Ini terkait ketidakjelasan di awal akan barang yang akan terkena PPN 12%. Kondisi ini berdampak pada psikologi pengusaha yang cenderung membuat keputusan untuk memasukkan PPN 12% pada semua jenis barang.

Ketika harga sudah naik, kemudian baru muncul keputusan pemerintah untuk membatalkan kenaikan PPN menjadi 12% untuk barang nonmewah. Maka untuk produk tersebut tidak bisa diturunkan begitu saja. Dampaknya, rakyat kembali yang menjadi semakin kesulitan karena harga-harga yang mewah maupun nonmewah terus merangkak naik meskipun PPN tidak jadi dinaikkan menjadi 12%.

Mungkin pemimpin yang baru terpilih saat ini mengambil keputusan pembatalan ini untuk menaikkan citra dirinya agar mendapatkan penilaian baik di awal kepemimpinannya. Namun, justru faktanya negara tampak berusaha untuk cuci tangan atas dampak kesimpangsiuran berita kenaikan PPN menjadi 12%. Mirisnya hal ini juga mendapat dukungan dari media partisan. Mereka menyebutkan bahwa berbagai program bantuan diklaim untuk meringankan hidup rakyat.

Negara memaksakan kebijakan dengan membuat narasi seolah berpihak kepada rakyat, tetapi sejatinya abai terhadap penderitaan rakyat. Sebab, di setiap kebijakan yang memberatkan rakyat selalu diberikan narasi indah di tengah publik. Narasi berupa kenaikan harga atau pun pajak yang ditetapkan oleh negara akan dikompensasikan untuk rakyat kecil dalam bentuk bantuan langsung tunai maupun stimulus ekonomi. Seperti diskon tarif listrik yang sejatinya adalah kewajiban negara untuk memberikan pemenuhan kebutuhan rakyat yang terjangkau.

Menguatkan Profil Penguasa Populis Otoriter

Kebijakan ini menguatkan profil penguasa yang populis otoriter. Di mana dengan kebijakannya ingin selalu mencitradirikan tetap populer sebagai penguasa atau pemimpin yang berpihak kepada rakyat, padahal sebenarnya memberatkan rakyat. Namun, semuanya dibungkus dengan berbagai program bantuan dan dipaksakan kepada rakyat.

Sejatinya mereka menetapkan dirinya sebagai penguasa otoriter yang bersembunyi di belakang pencitraan diri. Berusaha tampil bak seorang pahlawan, presiden membatalkan keputusan kenaikan PPN menjadi 12% untuk barang nonmewah. Padahal, sejatinya itu bukan hal yang menyelamatkan, melainkan memang sudah menjadi kewajiban sebagai seorang pemimpin untuk berpihak pada rakyat.

Profil Pemimpin Islam, Menjabat untuk Taat

Sangat berbeda dalam aturan Islam yang mewajibkan penguasa sebagai raa'in yang mengurus rakyat sesuai dengan aturan Islam, tidak menimbulkan antipati pada rakyat, dan tidak membuat rakyat menderita. Sejak awal pemilihan dan pembaiatan pemimpin yaitu seorang khalifah oleh rakyatnya, kepemimpinan yang diemban diamanatkan sebagai sebuah kewajiban. Di mana hal tersebut akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Amanah itu bukan kontrak politik yang harus dikompensasi dengan adanya nilai tertentu berupa gaji atau tunjangan. Apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin yaitu khalifah adalah upaya terbaik sebagai seorang hamba Allah dalam melaksanakan kewajibannya. Amanah sebagai seorang pemimpin tanpa mengharapkan keuntungan dan citra positif dari rakyat.

Selain itu, ajaran Islam mewajibkan penguasa hanya menerapkan aturan Islam saja. Allah mengancam penguasa yang melanggar aturan Allah. Salah satunya adalah tidak menerapkan pungutan-pungutan yang diharamkan dalam ajaran Islam. Memungut pajak baik kecil maupun besar dalam Islam tidak diperbolehkan.

Sebagaimana hadis nabi, ”Sesungguhnya pemungut Al Maks (pemungut pajak) masuk neraka.” (HR. Ahmad 4/109; [3]). Sedangkan, dalam kondisi tertentu yaitu pada saat baitulmal (tempat  keuangan negara khilafah) benar-benar kosong atau dalam keadaan darurat seperti adanya bencana alam maka  pajak diperbolehkan. Di mana pungutan ini hanya dikenakan kepada lelaki muslim yang memiliki kekayaan berlebih. Tidak seperti halnya dengan sistem kapitalisme yang menerapkan pajak di berbagai lini kehidupan, tak memandang objeknya miskin atau kaya, muslim atau tidak.

Baca juga: Pajak vs Dharibah

Penutup

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah akan memastikan tidak adanya pungutan-pungutan yang memberatkan. Begitu pun tidak akan pula akan bermunculan kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat seperti pada sistem saat ini. Di samping tak lupa pula bagi umat untuk memilih seorang khalifah untuk menerapkan Islam kaffah dalam institusi Khilafah. Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Leihana Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Belajar Tiada Henti
Next
Merindukan Sosok Pemimpin sesuai Al-Qur'an
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Maya Dhita
Editor
5 months ago

Barakallah, Mbak.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram