
Mencampakkan sistem aturan buatan manusia yang rusak, menjadi keharusan yang mendesak untuk disegerakan karena sistem aturan yang selayaknya diterapkan ialah sistem Islam.
Oleh. Kintan Jenisa, S.Pd
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Dunia maya dihebohkan dengan adanya kasus pemerkosaan terhadap anak pasien yang dilakukan oleh seorang dokter residen yang tengah menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Padjajaran (Unpad). Peristiwa ini terjadi pada 18 Maret 2025 di lantai tujuh Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Tersangka yang beralasan mengajak korban untuk menjalankan crossmatch pencocokan donor darah itu, sengaja memberikan bius agar korban menjadi hilang kesadaran dan ia dapat leluasa melakukan aksi bejatnya. Berdasarkan hal ini, tersangka mendapat ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara berdasarkan UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. (kompas.com)
Baca: Sekadar Janji Manis Pemimpin
Pendidikan Tinggi, Tak Menjamin Moral Tinggi
Beragam kasus kekerasan seksual kerap kali terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Kemen PPPA terdapat 14.459 kasus kekerasan seksual yang terjadi pada sepanjang tahun 2024. Pelaku kekerasan seksual ini beragam latar belakang, mulai dari berlatar belakang pendidikan rendah sampai pendidikan tinggi. Tingginya tingkat pendidikan yang dijalani, tak menjamin terbentuk moral yang tinggi. Tolok ukur utama dalam kelulusan di dunia pendidikan, hanya berpatok terkait administrasi dan nilai akademis, bukan kepribadian.
Kurikulum yang diterapkan dalam dunia pendidikan hari ini, tidak berorientasi membentuk manusia-manusia berkepribadian baik dan berbudi luhur. Hasilnya, wajarlah para pelajar dan mahasiwa, banyak yang berakhlak memprihatinkan seperti tersangka pemerkosaan di atas. Gelar dokter yang merupakan profesi dimuliakan, kini semakin tercoreng akibat aksi biadab yang ia lakukan.
Kerusakan Sistemis dari Sistem Kapitalis
Tak hanya dari sisi pendidikan, ternyata munculnya banyak predator seks ini dipicu beragam faktor, mulai dari mudahnya akses video pornografi, film-film yang bernuansa seksual, sistem pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bercampur baur, banyaknya aurat yang diumbar kepada khalayak ramai, hingga ringannya sanksi yang diberikan negara terhadap predator-predator seks ini. Beragam faktor ini tidak muncul kecuali karena sistem rusak yang menjunjung kebebasan bertingkah laku yang diterapkan negara.
Sistem yang dimaksud tidak lain adalah kapitalisme yang segala aturannya bersumber dari akal manusia yang lemah dan terbatas. Segala jenis kebijakan tidak jauh dari demi meraih keuntungan semata. Tak peduli merusak generasi atau tidak, semua dijalankan berdasarkan permintaan para pemilik modal. Maka tak heran, situs-situs porno tak pernah berhasil diberantas, film-film tak bermoral senantiasa mendapat izin tayang, tempat-tempat hiburan hingga lokalisasi perzinaan semakin ramai cabangnya, semua tidak lain hanya demi mendapatkan keuntungan materi semata.
Selain itu, hukum sanksi bagi predator seks hari ini tergolong ringan, yakni hanya hukuman maksimal 12 tahun penjara. Padahal jika kita melihat seberapa besar dampak dan trauma yang dirasakan korban, ini tidaklah manusiawi, tidak setimpal. Berbeda ketika sanksi yang diberlakukan berdasarkan sistem Islam. Allah menindak tegas bagi para pelaku perzinaan termasuk pemerkosaan.
Berdasarkan hadis riwayat Muslim, "Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberi jalan keluar (hukuman) untuk mereka (pezina). Jejaka dan perawan yang berzina hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dan janda hukumannya dera seratus kali dan rajam." Sanksi ini berlaku jika pemerkosaan tanpa ancaman menggunakan senjata. Adapun jika pemerkosaan disertai dengan ancaman senjata, pelaku dihukum sebagaimana hukum bagi seorang perampok yang termaktub dalam QS. Al-Maidah ayat 33.
Kembali kepada Sistem Islam
Islam merupakan agama yang memiliki sistem aturan yang paripurna, baik terkait kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun bernegara. Menyelesaikan suatu permasalah seperti maraknya kasus pemerkosaan di atas, dapat terlaksana jika sistem kehidupan diatur berdasarkan syariat Islam, baik itu terkait pergaulan, pendidikan, kewajiban kewajiban menutup aurat, juga menutup akses hal-hal yang mendorong timbulnya gharizah nau’ baik dalam bentuk tulisan hingga audio visual. Dalam sistem Islam, selain aspek dalam sisi pemerintahan, aspek ketakwaan individu dan kontrol masyarakatnya juga senantiasa terjaga. Maka, tidak ada celah bagi para pelaku kejahatan ketika sistem kehidupannya diatur berdasarkan sistem Islam.
Begitupun dengan sanksi yang diterapkan, sistem Islam terbukti dapat menimbulkan efek jera (zawajir) dan mencegah orang lain untuk tidak melakukan kejahatan yang serupa. Tak cukup sampai di situ, sanksi ini juga akan menjadi penebus dosa (jawabir) para pelaku pada hari penghisaban kelak. Berbeda dengan sistem sanksi buatan manusia yang sama sekali tidak membuat efek jera apalagi menjadi penebus dosa.
Mencampakkan sistem aturan buatan manusia yang rusak, menjadi keharusan yang mendesak untuk disegerakan karena sistem aturan yang selayaknya diterapkan ialah sistem Islam. Sistem yang berasal dari Al Khaliq (Sang Pencipta) sekaligus Al Mudabbir (Sang Pengatur). Sistem ini satu-satunya sistem yang sahih, sesuai dengan fitrahnya manusia dan yang terbukti memanusiakan manusia. Wallahu a’lam. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Barakallah, Mbak.