Penerapan Hukum Allah, Solusi Krisis Lingkungan

Solusi Krisis Lingkungan

Krisis Lingkungan tidak akan terjadi pada negara yang menerapkan sistem Islam karena memiliki mekanisme ideal dalam mengelola sumber daya alam secara adil.

Oleh. Umma Zafran
Kontributor Narasi literasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Krisis lingkungan yang sedang melanda negeri kita saat ini cukup memprihatinkan. Isu yang sedang viral saat ini adalah kasus tambang nikel di Raja Ampat. Isu tambang nikel ini telah mengancam kelestarian hutan dan laut di Papua. Kasus ini sukses memicu perhatian publik hingga melahirkan gelombang seruan penyelamatan Raja Ampat di berbagai platform media sosial.

Dalam sebuah konferensi internasional di Jakarta, Greenpeace dan masyarakat adat Papua memprotes keras adanya penambangan nikel ini karena memang ekosistem yang ada di Raja Ampat ini cukup unik. Sedangkan penambangan nikel itu sangat invasif/merusak secara langsung dan luas. (greenpeace.org, 3-6-2025)

Penambangan Terbuka

Penambangan nikel pada umumnya dilakukan dengan cara terbuka, yaitu menebang hutan, mengupas tanah, dan menggali dalam skala besar. Hal ini nantinya dapat menyebabkan krisis lingkungan yang diawali dengan, erosi, longsor, polusi udara dari debu dan emisi, serta dampak buruk lainnya. Bisa dibayangkan, jika tanah dari hasil penambangan tersebut mengalir ke laut, apa yang akan terjadi? Tentu akan mengganggu ekosistem laut, salah satu contohnya adalah menutup terumbu karang.

Selain itu, dampak sosial yang bisa ditimbulkan salah satunya juga adalah warganya akan kehilangan tanah, hutan, dan laut tempat mereka hidup selama ini. Penambangan yang dibayangkan membawa kesejahteraan bagi masyarakat sekitar, ternyata justru merusak alam dan memiskinkan rakyatnya.

Deforestasi dan Krisis Lingkungan

Tak dapat dimungkiri, sebuah data menyatakan bahwa Indonesia menjadi penyumbang terbesar deforestasi akibat pertambangan di kawasan tropis dunia, yakni sebesar 58,2% dari 26 negara yang diteliti. Ada 380 Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di berbagai wilayah di Indonesia dengan luas hampir mencapai 1 juta hektare. Data tersebut tercatat oleh Jaringan Advokat Tambang (JATAM) (kompas.id, 13-09-2022). Kondisi ini disebabkan oleh perizinan yang diberikan pemerintah untuk pembukaan tambang oleh korporasi terutama di berbagai wilayah konservasi.

Realitas tersebut merupakan buah dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme. Kapitalisme sebagai sistem ekonomi menempatkan kekuasaan dan kendali sumber daya pada pemilik modal/oligarki. Mereka mengeksploitasi sumber daya alam demi keuntungan semata. Lebih lanjut aktivitas mereka pun mengorbankan masyarakat dan lingkungan, serta generasi yang akan datang.

Seharusnya, negara memosisikan diri sebagai representasi kepentingan rakyat. Namun, di sini negara hanya berperan sebagai fasilitator kepentingan yg korporat. Hal ini memperlemah peran negara dalam menjamin kesejahteraan masyarakat dan tentunya memperbesar kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Selain itu juga menyebabkan terjadinya konflik agraria hingga krisis iklim global.

Kejahatan kapitalisme dan kaum oligarki ini tentu akan terus-menerus menciptakan krisis lingkungan.

Baca juga: Demi Cuan, Raja Ampat pun Disikat

Sudut Pandang Islam

Lantas bagaimana Islam menanggapi hal ini? Islam menegaskan di Al-Qur’an surah Al-A’raf ayat 56 yang artinya: “Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi sesudah bumi itu Allah perbaiki. Berdoalah kalian kepada Dia dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sungguh rahmat Allah amat dekat dengan kaum yang berbuat baik.

Ayat di atas menjelaskan betapa Allah dengan tegas melarang perusakan bumi setelah Allah memperbaikinya. Namun sungguh ironis, bahwa penambangan ini dikatakan sebagai bagian dari “transisi hijau”. Padahal jelas-jelas proyek tambang ini merusak alam, menganggu ekosistem laut, dan merusak kehidupan masyaraat lokal. Bahkan, telah Allah jelaskan dalam surah yang lain, yang artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena ulah tangan manusia. (Dengan itu) Allah bermaksud menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum ayat 41)

Akibat ulah tangan manusia, muncul berbagai kerusakan di muka bumi. Contohnya, kebakaran hutan, pencemaran sungai, wabah penyakit, dan lain sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan bencana seperti banjir, tanah longsor, hingga perubahan iklim yang tidak menentu. Bencana tersebut muncul merupakan “hukuman” dari Allah subhanahu wata’ala dengan tujuan agar manusia kembali mengingat Allah, memohon ampun kepada Allah, dan mengembalikan pengelolaan sumber daya alam ini sesuai tuntunan dan syariat dari Allah sehingga tidak sampai menimbulkan kerusakan pada alam.

Kepemilikan Umum

Sumber daya alam seperti tambang merupakan milik umum yang tidak boleh dimiliki secara pribadi oleh individu, korporasi swasta, maupun asing karena kepemilikannya telah ditetapkan dalam syariat Islam sebagai hak seluruh rakyat. Dalam sistem Islam, pengelolaan sumber daya strategis semacam ini menjadi tanggung jawab negara (Khilafah). Khilafah akan mengelola hasilnya secara adil dan transparan demi kepentingan umat. Bukan untuk memperkaya segelintir kaum elite atau kepentingan korporasi.

Negara juga wajib menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah kerusakan alam. Karena alam adalah amanah dari Allah Subhanahu wa ta’ala yang harus dijaga, dirawat, dan dimanfaatkan sesuai aturan-Nya. Bukan sebaliknya, alam malah dieksploitasi secara serakah yang hanya akan membawa bencana bagi kehidupan manusia dan generasi mendatang. Seperti sabda Rasulullah salallahu’alaihiwassalam: “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Islam memandang bahwa manusia diciptakan oleh Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi (QS. Al-Baqarah: 30). Karena itu, alam juga merupakan salah satu area yang Allah telah tugaskan manusia untuk menjaganya. Allah menciptakan alam ini untuk dimanfaatkan demi keberlangsungan hidup manusia. Namun, bukan berarti manusia boleh merusaknya.

Khatimah

Hanya sistem Islamlah yang memiliki mekanisme ideal dalam mengelola sumber daya alam secara adil. Dalam struktur pemerintahan Islam (Khilafah), pemimpin negara (khalifah) berperan sebagai raa’in, yakni pengurus dan pelindung kepentingan rakyat. Negara dalam hal ini bertanggung jawab penuh dalam mengelola kepemilikan umum. Tanggung jawab ini juga termasuk pencegahan eksplorasi SDA yang mengakibatkan krisis lingkungan.

Dalam sistem Islam, hasil tambang bukan untuk dikomersilkan, melainkan disalurkan ke baitulmal agar dapat digunakan sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan menjamin pelayanan publik secara merata.
Wallahu’alam bishawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Umma Zafran Kontributor NarasiLiterasi.Id
Previous
Raja Ampat Milik Rakyat, Atur Sesuai Syariat
Next
Global March to Gaza dan Diamnya Penguasa Muslim
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram