Kabinet Gemuk Prabowo-Gibran, Efektifkah?

Kabinet Gemuk Prabowo Gibran, Efektifkah ?

Kabinet gemuk untuk memperlancar program pemerintah Prabowo-Gibran jelas hanya dalih untuk realisasi janji politik dagang sapi.

Oleh. Maya Dhita
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Kabinet gemuk Prabowo Gibran tampaknya segera terealisasi. Isu yang diwarnai berbagai dugaan tak sedap tersebut akhirnya berujung pada kesepakatan rapat Panitia Kerja Badan Legislasi DPR atas draf final hasil pembahasan Revisi Undang-undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dalam RUU ini tidak ada lagi pembatasan jumlah kementerian yang awalnya berjumlah 34. Jika nantinya disahkan, Presiden akan memiliki kewenangan dalam menetapkan jumlah kementerian sesuai kebutuhan. (Koran.tempo.co, 11-9-2024)

Kabinet Gemuk, Anggaran pun Bengkak

Tidak bisa dimungkiri, dengan bertambahnya jumlah kementerian atau lembaga maka jumlah anggaran belanja yang dikeluarkan pun makin besar. Pembiayaan tersebut meliputi gaji dan dana operasional bagi menteri dan wakil menteri baru, membayar staf ahli, ajudan, pejabat eselon, serta fasilitas perkantoran.

Dengan bertambahnya jumlah kementerian atau lembaga tentunya akan banyak program yang terencana. Anggaran kementerian dan lembaga pun terpaksa mengambil jatah lebih besar. Hal ini bisa jadi akan menggeser alokasi dana untuk program yang lebih penting.

Tidak Efisien dan Tumpang Tindih

Penambahan jumlah kementerian yang berasal dari pemecahan kementerian yang sudah ada hanya akan mempersulit birokrasi. Hal ini dikarenakan masing-masing telah memiliki struktur dan fungsi kementerian. Bukannya mempermudah, malah mengganggu pelayanan.

Pemecahan ini juga berimplikasi pada kekacauan dalam pengelolaan program dan kebijakan. Kementerian akan saling rebut pangsa program dan merasa bahwa itu adalah bagian dari pekerjaan masing-masing. Tumpang tindih fungsi dan tugas pun tak bisa dihindari. Tentunya hal ini akan mempersulit koordinasi dan membingungkan daerah.

Kabinet Gemuk Menghilangkan Fungsi Check and Balances

Banyaknya partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju yang duduk di pemerintahan tentu akan berdampak pada lemahnya kontrol DPR. Kecil kemungkinan DPR akan mengkritik kebijakan yang berasal dari pejabat yang sama dengan mereka. Bisa jadi lembaga legislatif hanya akan berfungsi sebagai pemulus kepentingan lembaga eksekutif.

Kekuasaan badan eksekutif yang mendominasi tentu berbahaya bagi keberlangsungan negara. Tanpa adanya pengawasan yang seimbang akan memungkinkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Lebih jauh lagi, hal ini akan membatasi kebebasan sipil dan pembatasan gerak oposisi politik.

baca: Kementerian Ditambah, Perlukah ?

Kabinet Gemuk Buah Kapitalisme

Jumlah partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM)  memang banyak. Hal ini tentu berdampak pada jumlah kursi menteri ditambah wakil menteri yang harus disediakan untuk mengakomodasi kepentingan semua partai pendukung. Jalan mudahnya adalah dengan menambah jumlah kementerian dan lembaga. Kalaupun ada undang-undang yang membatasi, berarti undang-undangnya yang harus diganti. Bahkan ketika draf rancangan Undang-undang ini tidak masuk Prolegnas, nyatanya bisa langsung mendapat persetujuan Badan Legislasi. Semua bisa diatur di sistem kapitalisme.

Praktik transaksional tidak terelakkan lagi dalam demokrasi. Politik dagang sapi bukan hal yang tabu asal saling memahami. Tidak ada kawan atau lawan yang abadi. Dulu mungkin bisa jadi oposisi, saat ada kesempatan akhirnya merapat jadi koalisi. Salah dan benar hanya perkara sudut pandang. Yang penting semua dapat kursi dan jabatan. Biar tenang tak banyak menentang.

Hak prerogatif untuk menambah jumlah kementerian atau lembaga ini pun akhirnya disalahgunakan. Bukan karena kebutuhan akan fungsi yang mendesak, tetapi hanya untuk kepentingan koalisi. Mirisnya kepemimpinan negeri ini.

Struktur Pemerintahan dalam Islam

Dalam pandangan Islam, struktur pemerintahan haruslah efektif, efisien, dan tidak boleh ada pemborosan anggaran.

Sistem pemerintahan Islam berdiri atas empat fondasi. Pertama, kedaulatan adalah milik syarak (Allah). Kedua, kekuasaan berada di tangan umat. Ketiga, pengangkatan seorang khalifah (pemimpin tunggal) adalah wajib atas seluruh kaum muslim. Dan terakhir, khalifah memiliki hak untuk melegislasi hukum-hukum syarak serta menyusun undang-undang dasar dan perundangan.

Struktur negara Islam pun tak banyak. Bisa jadi paling sedikit dibanding struktur negara-negara di dunia saat ini. Hanya terdiri atas 13 bagian. Yaitu khalifah, muawin tafwidl, muawin tanfidz, al-wulat, amirul jihad, keamanan dalam negeri, urusan luar negeri, perindustrian, al-qadla, kemaslahatan umat, baitulmal, penerangan, dan majelis umat. (An-Nabhani, Taqiyuddin: Nizamul Islam, hal.159)

Khilafah sebagai perwakilan umat dalam kekuasaan dan pelaksanaan hukum syarak. Seluruh kaum muslim berhak memilih khalifah. Khalifah diangkat melalui pembaiatan in'iqad.

Dalam sistem pemerintahan Islam, kaum muslim berhak mendirikan partai politik yang fungsinya untuk memberikan kritik terhadap penguasa atau sebagai jenjang untuk menduduki kekuasaan pemerintahan melalui umat. Partai politik ini memiliki syarat yaitu harus berlandaskan akidah Islam dan mengadopsi hukum-hukum syarak.

Jadi, meskipun khalifah memiliki kekuasaan yang besar, akan tetapi umat memiliki kekuatan lebih besar. Hal ini sebagai kontrol agar kekuasaan tersebut selalu berada dalam jalan syariat. Khalifah juga tanduk terhadap hukum syarak sehingga tidak akan berbuat berdasarkan hawa nafsu. Ketundukan ini berasal dari tingginya rasa takut kepada Allah dan kesadaran akan amanah yang nantinya dipertanggungjawabkan.

Hukum Islam menjadi menjadi dasar dalam pemerintahan Islam. Seluruh aspek kehidupan diatur dengan Al-Qur'an dan hadis. Pemerintah Islam wajib wajib menegakkan syariat Islam sebagai landasan keadilan sosial. Maka tidak ada perubahan atau pergantian undang-undang apalagi untuk kepentingan segelintir orang.

Khatimah

Kabinet gemuk nyatanya hasil dari buruknya sistem kapitalisme demokrasi. Tujuan untuk memperlancar program pemerintah Prabowo-Gibran jelas hanya dalih untuk realisasi janji politik dagang sapi. Benar sudah tidak ada ruang untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dalam rancangan program kabinet ini. Semua hanya untuk kepentingan pribadi petinggi.

Tak dapat disangkal hanya sistem Islamlah yang memiliki tujuan utama mencapai kesejahteraan rakyat dalam rida Ilahi. Di mana keadilan dan ketenangan akan terwujud saat syariat Islam diterapkan secara menyeluruh dalam institusi negera. Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Maya Dhita Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Kementerian Ditambah, Perlukah?
Next
Anak Haram yang Malang
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

3 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca: Kabinet Gemuk Prabowo-Gibran, Efektifkah? […]

trackback

[…] Baca juga: Kabinet Gemuk Prabowo Gibran, Efektifkah? […]

trackback

[…] Baca juga: Kabinet Gemuk Prabowo-Gibran, Efektifkah? […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram