KDRT Ancam Remaja

KDRT ancam remaja

Pemulihan martabat keluarga dan penghentian ancman KDRT remaja hanya dapat dicapai melalui penegakan Islam kaffah secara total.

Oleh. Rita Handayani
(Kontributor NarasiLiterasi.Id)

NarasiLiterasi.Id--Angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilaporkan terus merangkak naik, mencapai lebih dari 10.000 kasus hingga September 2025 (goodstats.id), adalah cermin rapuhnya ketahanan keluarga bangsa ini. Ironisnya, keretakan ini melahirkan krisis lanjutan yang lebih brutal, yakni kekerasan remaja. Remaja yang tumbuh sebagai korban atau saksi KDRT, kerap berubah menjadi pelaku kebrutalan, memicu gelombang kasus pengeroyokan fatal, pembunuhan, hingga kekerasan seksual di tengah masyarakat. (beritasatu.com, 15-10-2025)

Meski Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) telah ada, regulasi hukum positif ini terbukti tidak berdaya. UU hanya bersifat kuratif, yakni menindak setelah kejahatan terjadi. Namun, gagal mencabut akar masalah ideologis yang menopang kekerasan secara sistemik.

Keluarga dan remaja tidak akan menemukan keamanan dan keadilan sejati dari sistem global yang dibangun di atas ideologi sekuler-liberal. Jalan keluar dari krisis ini hanyalah dengan mengembalikan Islam kaffah sebagai sistem kehidupan yang menjamin landasan takwa, tanggung jawab moral, dan peran negara sebagai pelindung sejati.

Biang Kerusakan Keluarga

Krisis KDRT dan kekerasan remaja yang berlarut-larut ini bukan berasal dari kesalahan individu semata, melainkan merupakan akibat nyata dari adopsi ideologi sekularisme, liberalisme, dan materialisme.

Pertama, Sekularisme Merobek Landasan Takwa Keluarga.

Sekularisme, dengan prinsip pemisahan agama dari kehidupan, telah melucuti individu dari landasan takwa dan tanggung jawab moral yang bersumber dari wahyu. Reduksi Ikatan Sakral, yakni ikatan pernikahan yang seharusnya merupakan perjanjian agung di hadapan Allah (mitsaqan ghalizhan) direduksi menjadi perjanjian sipil biasa. Ketika masalah datang, pasangan mencari solusi pada ego, bukan pada syariat.

Hilangnya rasa takut akan balasan akhirat inilah yang memicu tindak kekerasan ekstrem, seperti kasus suami membakar dan mengubur istri.
Peran Kepemimpinan yang Ambigiu, yakni suami kehilangan peran qawwam (pemimpin) yang berlandaskan syariat, dan keluarga kehilangan moral, menciptakan lingkungan yang subur bagi kekerasan.

Kedua, Liberalisme dan Kekejaman Berbalut Hak Asasi

Pola pendidikan sekuler-liberal menumbuhkan individualisme ekstrem dan kebebasan tanpa batas pada jiwa remaja, mengajarkan mereka mengejar hak di atas segala bentuk tanggung jawab. Egoisme Berdarah Dingin, yakni ketika ego atau perasaan diremehkan (misalnya, diolok-olok "cucu pungut"), remaja merespons dengan kekerasan fisik yang brutal (membacok nenek), karena mereka tidak memiliki kontrol diri (hifzhul nafs) yang didasarkan pada ajaran agama. Lebih jauh, liberalisme menghapus batasan moral, memungkinkan terjadinya kekerasan seksual bahkan di antara mahram.

Ketiga, Materialisme sebagai Pemantik Konflik Rumah Tangga

Ideologi materialisme memosisikan kebahagiaan dan kehormatan identik dengan pencapaian materi dan keduniawian. Tekanan untuk mengejar standar hidup ini menjadi pemicu utama konflik dan KDRT. Tekanan Ekonomi dan Frustrasi, yakni minimnya keyakinan pada konsep rezeki dari Allah membuat tekanan ekonomi mudah berubah menjadi stres dan frustrasi. Emosi negatif ini kemudian dilampiaskan dalam bentuk KDRT, menjadikan anggota keluarga yang lemah sebagai korban.

Islam Solusi Fundamental

Kegagalan UU PKDRT membuktikan bahwa tindakan parsial tidak akan mengakhiri penderitaan, karena akar masalahnya adalah ketiadaan institusi politik Islam yang kuat. Islam kaffah mewajibkan pembelaan terhadap kaum muslim yang tertindas, termasuk di dalam keluarga.

KDRT Remaja dapat diakhiri secara tuntas dengan pilar solusi syariat Islam, di antaranya:

  1. Pembentukan Karakater Bertakwa melalui Pendidikan Islam

Negara wajib menerapkan pendidikan Islam secara menyeluruh, membentuk kepribadian yang bertakwa dan berakhlak mulia. Kurikulum pendidikan harus menanamkan peran suami sebagai pemimpin dan pelindung yang adil, serta mendidik remaja untuk memiliki kontrol diri dan tanggung jawab sosial yang berakar pada akidah Islam.

  1. Hukum Keluarga Islam Menguatkan Ketahanan Rumah Tangga

Syariat Islam mengatur tata cara hidup berumah tangga secara detail dan bersifat preventif. Islam menetapkan tahapan penyelesaian konflik (nushuz) yang terstruktur, mencegah ledakan emosi yang berujung KDRT fatal. Negara juga akan menyediakan fasilitas pembinaan dan konsultasi keluarga syar'i untuk menguatkan fondasi pernikahan (mitsaqan ghalizhan).

  1. Peran Negara (Raa'in) dalam Menjamin Keadilan dan Kesejahteraan

Negara Islam (Khilafah) bertindak sebagai pelindung (raa’in) yang menjamin kesejahteraan dan keadilan ekonomi. Khilafah menjamin kebutuhan dasar setiap warga negara, sehingga tekanan ekonomi yang rentan memicu KDRT dapat dihilangkan. Penerapan sistem ekonomi Islam yang adil akan memutus rantai materialisme dalam masyarakat.

  1. Penegakan Uqubat yang Tegas untuk Memberi Efek Jera

Jika kejahatan KDRT yang berujung pada pembunuhan atau kekerasan seksual terjadi, hukum sanksi Islam (uqubat) harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Hukuman ini berfungsi ganda, yakni menjerakan pelaku (zawajir) dan mendidik masyarakat (jawabir) agar tidak melanggar hukum Allah. Kasus pembunuhan akan dikenai kisas atau diyat, dan pelaku kekerasan seksual akan dikenai hukuman yang sangat berat.

Islam Melindungi Keluarga

Sejarah Khilafah membuktikan bahwa tanah suci dan umat selalu terlindungi di bawah institusi politik Islam. Konsep ini, ri’ayah al-syu’un (pengurusan urusan umat), berlaku universal, termasuk dalam melindungi keluarga.

Baca: Kasus KDRT Beruntun Islam Jadi Penuntun

Para qadhi (hakim) di masa Khilafah terkenal dengan ketegasan dan kecepatan dalam mengadili kasus kekerasan domestik. Pelaku KDRT akan dikenai hukuman takzir (sanksi yang ditentukan hakim, dapat berupa cambuk atau penjara) yang berat. Penegakan hukum yang cepat ini memberikan rasa aman dan keadilan yang nyata bagi korban, serta mengirim pesan keras kepada masyarakat.

Begitu pun institusi hisbah (pengawas moral) juga berperan signifikan. Mereka memastikan masyarakat menjalankan nilai-nilai Islam, mencegah kemungkaran yang dapat merusak moral keluarga. Muhtasib (anggota hisbah) berfungsi sebagai pengawas etika publik, mengurangi potensi perilaku individualistik dan kekerasan.

Mengacu pada bukti sejarah, jelas bahwa pemulihan martabat keluarga dan penghentian ancman KDRT remaja hanya dapat dicapai melalui penegakan Islam kaffah secara total. Inilah satu-satunya solusi yang tuntas dan mendasar. Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Rita Handayani Kontributor NarasiLiterasi.Id
Previous
Magang Berbayar Nasional, Solusi atau Jebakan Pengangguran
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram