
Tugu Biawak termasuk patung bernyawa yang dihukumi haram untuk membuatnya.
Oleh. Erdiya Indrarini
Kontributor NarasiLiterasi
NarasiLiterasi.Id-Tugu Biawak termasuk bagian dari sebuah seni budaya, sementara seni budaya sangat berpengaruh dalam kehidupan umat manusia. Dalam sejarah peradaban Islam, seni budaya sangat berkembang pesat. Semua terlihat dari karya-karyanya yang agung seperti seni kaligrafi, arsitektur, bahkan musik dan sastra yang mencerminkan nilai-nilai Islam yang luhur. Berkenaan dengan itu, bagaimanakah dengan Tugu Biawak yang kini viral mendadak?
Sebagaimana dilansir dari kompas.com (28-4-2025), Tugu Biawak di Kabupaten Wonosobo yang viral karena bentuknya yang persis seperti biawak hidup itu, kini sudah mengantongi hak cipta. Hak cipta tersebut dilimpahkan Kementerian Hukum (Kemenkum) kantor wilayah Jawa Tengah kepada seniman Arianto, dan Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat. Surat tersebut diserahkan kepada yang bersangkutan di Rumah Dinas Bupati Wonosobo, tepat di Hari Kekayaan Intelektual Sedunia, Sabtu 26 April 2025.
Bupati Afif Nurhidayat menerima surat pencatatan selaku pemegang hak cipta, sedangkan seniman Arianto sebagai pencipta Tugu Biawak, yang juga disebut Tugu Krasak Menyawak. Surat tersebut berlaku selama penciptanya masih hidup, ditambah 70 tahun setelah meninggal. Pemberian hak cipta ini diharapkan akan memacu hadirnya karya-karya lain yang bisa mengangkat nama daerah, juga untuk kemajuan pariwisata di Kabupaten Wonosobo yang saat ini sedang digenjot.
Saat diwawancaranya, Arianto menyampaikan bahwa Tugu Biawak tersebut dedikasikan untuk Kabupaten Wonosobo. Selain itu, ia pun mengatakan bahwa monumen ini sebetulnya langkah awal, setelah itu akan muncul monumen-monumen yang lainnya.
Tugu Biawak Patung Bernyawa
Patung bernyawa adalah patung yang bentuknya menyerupai makhluk bernyawa, baik seperti manusia maupun menyerupai binatang. Oleh karena itu, Tugu Biawak termasuk patung bernyawa yang dihukumi haram untuk membuatnya. Membuat gambar atau lukisan yang hanya dua dimensi saja telah dilarang, apalagi berupa pahatan, bahkan berupa patung bernyawa yang terlihat tiga dimensi sebagaimana Tugu Biawak. Rasulullah saw. bersabda,
مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً عذَّبَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَنْفُخَ فِيْهَا وَلَيْسَ بِنَافِخٍ
"Barang siapa menggambar suatu gambar, maka Allah akan mengazabnya pada hari kiamat hingga ia dapat meniupkan ruh ke dalamnya, padahal ia tidak akan mampu meniupnya." (HR. Bukhari)
Al-Bukhari juga meriwayatkan, ketika Ummu Habibah dan Ummu Salamah menyampaikan kepada Rasulullah saw., yang maksudnya bahwa mereka pernah menyaksikan gereja di Habasyah yang di dalamnya terdapat tashawir (lukisan dan patung-patung). Rasulullah saw. pun bersabda bahwa sesungguhnya orang-orang Nasrani itu, jika ada orang saleh di antara mereka yang meninggal dunia, maka mereka akan membangun tempat ibadah di atas kuburannya, dan membuat patungnya di sana. Mereka itulah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah di akhirat kelak.
Dikoreksi Bukan Diapresiasi
Tugu Biawak tentu bukan patung bernyawa satu-satunya atau yang pertama di kota Wonosobo. Sebelumnya ada Patung Lengger (penari lengger) di daerah Kalianget, Patung Kuda di Desa Bejiarum, Kecamatan Kertek, dan patung-patung yang lain. Jika produksi patung bernyawa itu terus diapresiasi dan dikasih panggung sebagaimana diberi hak cipta, maka bukan tidak mungkin kota Wonosobo yang terkenal dengan banyak pesantrennya ini, kelak akan bertebaran patung-patung di berbagai tempat.
Jika hal itu terus dilestarikan dan tidak ada koreksi atau kritik dari masyarakat, bukankah fenomena itu hanya akan mengundang murka Allah Swt.? Membuat patung telah menjadi kebiasaan atau budaya orang-orang selain Islam. Oleh karena itu, sebagaimana dalil di atas, sudah selayaknya kaum muslim tidak mengikuti kebiasaan mereka. Rasulullah juga telah bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"Siapa saja menyerupai (meniru) suatu kaum, maka dia termasuk ke dalam golongan mereka." (HR. Abu Dawud)
Manfaat atau Mudarat?
Menurut viva.co.id, pembuatan Tugu Biawak tersebut tidak diambil dari APBD, tetapi hanya dari masyarakat atau tepatnya dari BUMD. Namun, dari mana pun dana yang dikeluarkan, mestinya pemerintah dan segenap masyarakat tidak gegabah dalam penggunaan dana. Akan lebih baik jika digunakan untuk hal-hal yang lebih berguna, dan bermanfaat untuk umat. Tidak sekadar untuk prestise sebagaimana agar Wonosobo lebih dikenal sehingga mengundang wisatawan.
Baca juga: Melukat dan Kebebasan Berakidah
Seyogiyanya, pemerintah maupun masyarakat berpikir akan manfaat dan mudaratnya, juga halal atau haramnya. Sebagaimana kita ketahui, diapresiasikannya Tugu Biawak, salah satunya adalah agar bisa mengundang wisatawan. Padahal, kenyataannya pariwisata yang akhir-akhir ini marak, justru menggiring masyarakat kepada budaya suka jalan-jalan, bersenang-senang, santai, bahkan konsumtif, dan hedonis. Di samping itu, Wonosobo yang dulunya ASRI (Aman Sehat Rapi Indah) kini makin berubah. Bahkan pemerintah terus mengupayakan Wonosobo untuk menjadi daerah yang lebih mengagungkan budaya dengan slogan The Soul of Java.
Jangan Permisif
Oleh karena itu, masyarakat Wonosobo sebaiknya mengkaji ulang untuk tidak terlalu permisif terhadap setiap gagasan yang datang, dan ide-ide yang ditawarkan. Bahkan, masyarakat Wonosobo mesti melakukan banyak koreksi ataupun kritik terhadap budaya-budaya yang hanya akan menggiring umat kepada kemusrikan dan kesyirikan. Umat mesti bangkit, yaitu membangun kota dengan apa-apa yang diridhai Allah Swt. Bukan nguri-uri budaya yang hanya mengundang murka-Nya.
Dalam Islam, aktivitas berkesenian dan berkebudayaan harusnya justru menjadi sarana dakwah yang efektif, meningkatkan ketakwaan, membawa pesan-pesan kebaikan, perdamaian dan persatuan. Sudah selayaknya umat Islam berkesenian, dan berkebudayaan yang bisa memperkaya identitas diri sebagai muslim. Seni budaya tentu tidak dilarang selama tidak meninggalkan prinsip-prinsip agama yang menjadi landasan utama. Karenanya, jadikan seni budaya sebagai sarana mengenal Sang Maha Pencipta, Allah Swt..
Dengan demikian, Tugu Biawak yang nota bene patung bernyawa, bukanlah gagasan yang tepat dalam pembangunan kota. Jika pun akan membuat tugu, bangunlah yang bukan termasuk patung bernyawa. Sehingga negeri ini tidak terhalang dari limpahan berkah dan keselamatan dari Allah Swt., baik di dunia maupun di akhirat.
Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

MasyaAllah.. Alhamdulillah...Baarakallahu fiikum ..semoga masyarakat luas semakin banyak yang tersadarkan. Patung biawak mirip berhala..kesamaannya banyak masyarakat yang berduyun2 utk sekedar berfoto atau mengisi waktu luang..seakan ikut terpesona dg pahatan manusia..padahal kelak di akherat berat tanggug jawabnya. Wallahualam bishowwab