Berterima kasih kepada negara adalah keharusan, tentu ketika negara mau memberlakukan aturan Islam kaffah dalam kehidupan ini.
Oleh. Eka Mas Supartini
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Berterima kasih kepada negara tentu sebuah keharusan. Terlebih ketika negara telah menjalankan perannya dengan baik dan benar dalam mengurus rakyat. Apa yang terjadi ketika sebuah negara tidak memberlakukan aturan agama yang sempurna dalam pengurusan rakyatnya? Apakah masih perlu berterima kasih?
Islam merupakan agama mayoritas di negeri ini sehingga umat Islam dapat menjalankan ibadahnya dengan leluasa dan difasilitasi oleh negara. Masjid ada di mana-mana, salat, puasa, zakat, dan umrah atau berhaji pun bisa dijalankan di negeri ini. Hal ini tentu menjadi suatu hal yang harus disyukuri oleh umat Islam di Indonesia.
Dalam acara Rakornas Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) pada Jumat, 27 September 2024, pakar hukum dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengingatkan kepada masyarakat, “Meski Indonesia itu bukanlah negara Islam, tetapi banyak aturan dalam ajaran Islam yang sudah resmi masuk ke perundang-undangan,” ungkapnya saat ditemui di acara Baznas RI di Hotel Grand Senyiur. (kabbaznas.go.id, 27-09-2024)
Acara ini juga dihadiri oleh para pemimpin Baznas di seluruh Indonesia. Dalam kesempatan tersebut Hamdan juga menyampaikan bahwa Baznas diberikan kewenangan penuh oleh negara, baik dalam atribusi ataupun pelaksanaan dalam mengelola zakat.
Berterima Kasih kepada Negara, Perlukah?
Saat ini di negeri Indonesia memang ada beberapa syariat Islam yang dimasukkan ke dalam undang-undang negara. Seperti aturan terkait zakat, perceraian, dan waris. Namun, hal ini masih menyisakan pertanyaan dengan pelaksanaan aturan Islam lainnya. Salat dan puasa, misalkan. Yang ada bukannya dimasukkan ke dalam undang-undang agar umat Islam di Indonesia diwajibkan sebagaimana yang diperintahkan agama, tetapi sekadar dibolehkan alias dibebaskan, dikerjakan silakan, tidak dilakukan pun hak pribadi. Pertanyaannya, perlukah berterima kasih atas hal ini?
Memang terkait pengaturan urusan zakat mulai diatur dalam kebijakan negara, tetapi ini butuh disadari masih sebagian kecil dari bab zakat. Bagaimana dengan bab lain di luar zakat? Bagaimana komponen lain di luar ekonomi apakah sudah dimasukkan aturan Islam dalam perundang-undangan yang ada?
Berterima Kasih atas Kondisi Saat Ini
Pengambilan aturan sebagian-sebagian ini faktanya justru mencampuradukkan hak dan batil. Padahal sejatinya hak dan batil tak bisa bersatu, ibarat minyak dan air.
Di sisi lain, banyaknya pengangguran, meningkatnya angka kriminalitas, judol dan pinjol marak, dan seterusnya adalah salah satu dampak tidak diterapkannya aturan yang datang langsung dari Sang Pencipta. Manusia dengan angkuhnya seolah menyamakan posisinya dengan Pencipta. Sesosok makhluk begitu beraninya menciptakan aturannya sendiri dengan segala keterbatasannya. Padahal manusia itu diciptakan Allah bersifat lemah dan terbatas karena kesempurnaan hanya milik Allah saja.
Selain itu, akibat aturan Islam yang hanya diterapkan sebagian-sebagian seperti sistem ekonomi yang tidak diterapkan secara menyeluruh, justru mengakibatkan makin besar jarak antara si miskin dan si kaya. Penguasaan harta kekayaan alam dikelola oleh segelintir orang, yaitu asing, aseng, atau para pengusaha konglomerat pemilik modal. Sementara di tengah-tengah rakyat justru kemiskinan makin parah, angka pengangguran juga makin melonjak.
Kedaulatan negara pun kerap dipertaruhkan sebagai akibat utang terhadap asing. Terlebih utang tersebut mengandung riba sehingga keberkahan itu tidak ada. Ini semua akibat sistem Islam tidak diterapkan secara menyeluruh.
Lalu bagaimana ketika masyarakat dijauhkan dengan Islam? Tentu didapati kerusakan-kerusakan nyata. Jika demikian, perlukah kita berterima kasih pada negara atas kondisi ini?
Ciri Khas Penganut Kapitalisme Sekuler
Saat ini faktanya negara kita hanya mengambil aturan Islam yang dipandang menguntungkan dan meninggalkan yang dirasa tidak menguntungkan. Ibarat kita mengambil makanan prasmanan. Pilih-pilih aturan tersebut sesungguhnya adalah ciri khas penerapan sistem kapitalisme sekuler. Di mana ciri khasnya hanya mengambil sesuatu yang dirasa bermanfaat dan meninggalkannya ketika dirasa tidak memberi manfaat. Inilah yang disebut sebagai asas manfaat.
Baca juga: harapan-semu-dalam-episode-baru/
Pemikiran yang menganggap bahwa ibadah ritual saja sudah cukup dalam beragama adalah suatu pemikiran yang keliru. Ditambah dengan pemikiran tak benar bahwa agama adalah sekadar urusan pribadi. Ini adalah prinsip sekuler, menjauhkan Islam dari pengaturan kehidupan.
Pemikiran tersebut mengaburkan pemahaman umat muslim saat ini. Umat menganggap bahwa tanpa aturan Islam diterapkan secara menyeluruh dalam setiap sendi kehidupan pun, mereka merasa masih bisa beribadah dengan tenang.
Semua itu menjadi pemahaman berbahaya karena dapat merusak pemikiran seorang muslim. Mereka berpandangan bahwa aturan agama (Islam) tidak begitu penting untuk diterapkan dalam suatu institusi negara. Karena itu, masyarakat menganggap bahwa aturan Islam tidak perlu diterapkan secara menyeluruh. Mereka pun menjadi tidak sadar betapa kerusakan dan keburukan yang berlaku di tengah kehidupan adalah akibat diterapkannya sistem kehidupan kapitalisme sekuler.
Kewajiban Seorang Muslim
Dengan demikian, pemikiran seperti yang dijelaskan di atas tidak sesuai dengan pemikiran yang seharusnya dimiliki seorang muslim. Hal tersebut jelas bertentangan dengan firman Allah Swt. dalam terjemah Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 208 yaitu: “Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan.” Ayat ini telah menjelaskan kepada kita bahwa kita wajib menerapkan Islam secara menyeluruh dalam setiap sendi kehidupan, tidak mencampuradukkan antara yang hak dan yang batil. Jika dilihat secara menyeluruh, Islam tercakup dalam tiga aspek.
Berterima kasih menjadi wajib jika ketiganya diterapkan oleh negara:
Pertama, urusan yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah Swt. (hablum minallah). Kedua, urusan yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri (hablum minannafsihi). Ketiga, hubungan antara manusia dengan sesamanya (hablum minannas).
Di samping itu, ketika Islam diterapkan secara menyeluruh akan didapat kebaikan, keberkahan, tetapi ketika ditinggalkan akan menghasilkan keburukan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Anbiya 107 yaitu: "Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam."
Juga firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-A'raf ayat 56 yaitu: "Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik."
Penutup
Dengan demikian, berterima kasih kepada negara memang sebuah keharusan bagi seorang warga negara. Wa bil khusus ketika negara mau memberlakukan aturan Islam kaffah dalam kehidupan ini. Wallahualam bissawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Warga negara wajib berterima kasih ketika negara menerapkan syariat Islam. Tapi pada faktanya justru warga negaralah yang mengingatkan negara untuk kembali kepada aturan Islam.
Berterima kasih kepada negara ,,, barakallah Teh Eka
[…] Baca juga: berterima-kasih-kepada-negara/ […]
[…] Baca: Berterima Kasih kepada Negara […]